Senin, 24 September 2012

Veteran Amerika, Jip Belanda, dan Sejarah Indonesia

Siapa sangka jika sejarah revolusi Indonesia memiliki hutang besar dengan seorang veteran Amerika dan seonggok jip bekas pasukan Belanda?

Tersebutlah nama George McTurnan Kahin. Sebagai anggota sukarelawan pasukan penerjun Amerika yang direncanakan akan diturunkan di Hindia Belanda, Kahin mendapatkan bekal pengetahuan tentang Hindia Belanda sebelum diterjunkan di lapangan. Namun, karena yang kemudian diterjunkan di Hindia Belanda adalah pasukan Inggris dan bukannya pasukan Amerika, Kahin tak jadi diberangkatkan dan satuannya malah dibubarkan. Tapi rupanya, Hindia Belanda sudah kadung memikat hatinya. Memakai uang santunannya sebagai veteran pasukan Amerika, Kahin kemudian mengambil kuliah Asia Tenggara di Universitas John Hopkins. Tahun 1948, Kahin tiba di Jakarta untuk memulai penggarapan disertasi doktoralnya tentang Hindia Belanda.

Di Jakarta, Kahin segera akrab dengan seorang sinyo Belanda bernama Kees van Mook, yang tak lain adalah putra Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu sekaligus orang yang paling dibenci di seantero Republik, H.J. van Mook. Uniknya, pada diri van Mook junior inilah Kahin mendapatkan guru bahasa Indonesia terbaik—yang tak pernah didapatkannya di universitas-universitas di Amerika.

Berbekal bahasa Indonesia yang diajarkan Kees van Mook dan sebuah mobil jip bekas pasukan Belanda yang didapatnya dari hasil lelang, Kahin menerobos garis demarkasi menuju pusat kekuasaan Republik Indonesia di Yogyakarta. Selama perjalanannya menuju wilayah Republik, segera terlihat kalau Kahin rupanya masihlah tetap seorang pemuda Amerika sok gagah yang belum tahu-menahu tentang kerasnya tanah Jawa di tengah kecamuk Revolusi Fisik. Ia berlaku konyol dengan memasang bendera bintang-garis Amerika di depan jipnya.

Di dekat Kebumen, Jawa Tengah, mobilnya dikepung oleh sekelompok massa yang marah. Gerombolan yang tak tahu-menahu soal bendera Amerika itu menganggap Kahin sebagai musuh setelah menemukan unsur warna biru yang mengkombinasi warna merah-putih di bendera yang terpasang di mobilnya—yang dengan gampang mereka simpulkan sebagai bendera Belanda. Kahin kemudian selamat sampai ke Yogyakarta setelah memasang bendera merah putih di samping bendera Amerika-nya.

Sesampainya di Yogyakarta, Kahin segera saja akrab dengan kalangan Republik. Dan setelah sering turun ke pelosok-pelosok wilayah Republik dan mengetahui betapa memprihatinkannya nasib rakyat Indonesia, Kahin tak menunggu lama untuk jatuh cinta dengan negeri yang masih muda usia itu. Dalam beberapa kesempatan, misalnya di beberapa desa di dekat Wonosobo, Jawa Tengah, Kahin bahkan ikut mengobarkan semangat rakyat Indonesia dengan membanding-bandingkan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda dengan perjuangan rakyat Amerika melawan penjajah Inggris.

Empat tahun kemudian, tepatnya 1952, hasil penelitian Kahin itu terbit sebagai buku dengan judul Nationalism and Revolution in Indonesia (Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia). Buku itu menunjukkan secara blak-blakan keberpihakan Kahin kepada perjuangan rakyat Indonesia, yang menjadikan Kahin sebagai bagian dari sedikit dari unsur Amerika yang condong ke pihak Republik di tengah politik luar negeri Amerika yang saat itu amat condong ke pihak Belanda. Namun yang terpenting, buku karya Kahin tersebut merupakan salah satu buku paling penting, jika bukan yang terpenting, tentang nasionalisme dan revolusi Indonesia yang pernah ditulis.


(diolah dari Frances Gouda dan Thijs Brocades Zaalberg, Indonesia Merdeka karena Amerika?, 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar