Seperti kebanyakan pemberontakan dan gerakan revolusi di seluruh dunia, konsep-konsep yang ditawarkan tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Kahar Muzakkar, sering sangat muluk. Hal itu bisa disimak pada buku panduan revolusi Islam yang ditulisnya, Catatan
Bathin Pejuang Islam Revolusioner, juga pada isi Piagam Makalua yang
digagasnya.
Namun, jangan salah. Kahar Muzakkar tak mau berhenti hanya
pada konsep. Ia mencoba mewujudkan konsep-konsep itu dalam tindakan, meski dalam beberapa ukuran tindakan itu dapat dianggap "tidak biasa".
Guna menciptakan
masyarakat yang sejahtera dari dunia hingga surga, sebagaimana yang
diidam-idamkannya, Kahar Muzakkar tak cukup hanya dengan sebuah negara yang berdasar
syariat Islam saja. Lebih dari itu, ia juga menginginkan terwujudnya rakyat yang beradab lagi sehat walafiat. Karena itu, sektor
kesehatan dan pendidikan menjadi prioritasnya. Maka, untuk mulai merealisasikan
gagasannya, ia mengawalinya dengan membangun klinik-klinik, rumah sakit,
sekolah-sekolah, hingga sebuah akademi ilmu sastra.
Tapi revolusi tak
bisa menunggu terlalu lama. Dan untuk itu, tak ada pilihan lain, Kahar Muzakkar musti mengambil
jalan yang sedikit memintas.
Untuk mengisi klinik-klinik yang dibangunnya, ia menculik
dokter-dokter di rumah-rumah sakit yang dikuasai pasukan Republik. Sementara, bagi
sekolah-sekolah dan akademi sastranya, ia membobol perpustakaan pemerintah dan
menggondol buku-buku yang dibutuhkannya. Sebuah laporan menyebutkan kalau
perpustakaan di Majene, Sulawesi Selatan, kehilangan 2500 judul buku akibat ulah
Kahar Muzakkar dan pasukannya.
(disalin dari
Cornelis van Dijk, Darul Islam: Sebuah Pemberontakan, Grafitipers, 1983)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar