Menjelang kejatuhan
Pemerintah Kolonial di Hindia Belanda, yang bersamaan dengan meluasnya ekspansi
pasukan Jepang, telah muncul gerakan-gerakan bawah tanah yang berhaluan anti
fasis. Salah satunya adalah gerakan yang banyak disebut sebagai PKI Ilegal
(mungkin untuk menunjukkan hubungannya dengan PKI legal yang sejak kegagalan
pemberontakan 1926 dianggap sebagai organisasi politik terlarang oleh
Pemerintah Kolonial Belanda). Muncul atas inisiatif Muso, tokoh PKI lama yang
pernah muncul di Surabaya antara akhir tahun 1935 sampai awal 1936, gerakan ini
diperkirakan amat kuat kaitannya dengan Komunis Internasional (Komintern) yang
sedang giat-giatnya menggalang pembentukan Front Demokratik Melawan Fasisme.
Hampir bersamaan
dengan itu, alumni-alumni PKI 1926 yang baru saja mendapatkan pembebasan
bersyarat dari pembuangan di Boven Digoel, sepertinya juga tak kapok dengan
kegiatan pergerakan. Sebagian dari mereka menulis buku-buku berisi kecaman
terhadap imperialisme dan seruan untuk berani melawannya. Tentu saja buku-buku tersebut
diedarkan secara sembunyi-sembunyi. Guna mengelabui mata Pemerintah Kolonial
Belanda saat itu, buku-buku tersebut dihias dengan iklan-iklan niaga yang
menarik.
Sebuah majalah ilegal
bernama Menara Merah, dengan isi dan orientasi ideologi yang
sejenis, juga melakukan hal yang sama. Terbit pada kisaran tahun 1939, Menara Merah beredar terbatas di antara
kader-kader pergerakan dengan ukuran buku saku. Menilik namanya, tentu tak
mengherankan kalau terbitan ini memuat artikel-artikel berhaluan Marxisme dan
berita-berita politik internasional. Yang cukup menarik, artikel-artikel ideologis
tersebut biasanya diselingi dengan artikel-artikel tentang petunjuk penggunaan
mesin jahit, bahkan resep-resep masakan, sebagaimana yang memang tercantum di
sampulnya.
Tentu mudah
disimpulkan kalau itu adalah cara untuk mengelabui pemerintah. Namun, boleh jadi, bisa ditafsirkan bahwa petunjuk menjahit dan resep masakan yang disisipkan di
antara dogma-dogma Marx itu menunjukkan kalau komunisme sangat memperhatikan
sandang dan pangan, bahkan pada tingkat yang paling praktis.
(diolah dari Anton E. Lucas, One Soul One Struggle: Peristiwa Tiga Daerah, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar