Siapa bilang
anak-anak Desa Lembor tak suka membaca? Para pengelola Perpustakaan Kyai
Munawar membuktikan bahwa anggapan umum yang disepakati itu salah besar.
Sejak resmi
dibuka pada 28 Oktober 2012, Perpustakaan Kyai Munawar langsung diserbu oleh
pengunjung. Sebagian besar pengunjung adalah anak-anak. Anak-anak perempuan
mengerubuti rak yang memajang buku-buku cerita bergambar, sementara para bocah
laki-laki asyik dengan buku-buku sains bergambar.
Kegairahan yang
meluap-luap ini bahkan membuat petugas penjaga perpustakaan kewalahan. Mereka
merengek agar perpustakaan dibuka sebelum jadwalnya, dan sewot saat penjaga
mengumumkan waktunya perpustakaan musti ditutup. (Karena satu dan lain hal,
untuk masa-masa awal pembukaanya, Perpustakaan Kyai Munawar memang masih
membatasi waktu pelayanan antara pukul 3-5 sore (ba’da asyar hingga menjelang
maghrib) dan pukul 7-10 malam.)
Meski merepotkan,
kegairahan yang meluap-luap ini tentu saja menggembirakan. Sebab, ini sejalan
dengan target awal yang dicanangkan oleh pengelola perpustakaan. Sasaran utama
dari dibukanya Perpustakaan Kyai Munawar untuk publik adalah pembaca anak-anak.
Kepolosan yang masih bersih dari prasangka (sesuatu yang biasanya dimiliki oleh
orang dewasa terhadap sesuatu yang baru), waktu bermain dan bersenang-senang
yang masih melimpah, serta keingintahuan yang besar, menjadi alasan mengapa
pembaca anak-anak menjadi target. Mendukung terwujudnya target tersebut, pengelola
mengisi sebagian besar rak koleksi perpustakaan dengan bacaan anak-anak.
Di samping itu, kegairahan
ini tentu saja sedikit mengikis kekhawatiran awal bahwa perpustakaan baru itu
akan menjadi ruangan yang senyap dengan buku-buku yang berdebu dan tak terbaca
(sebagaimana nasib perpustakaan di banyak tempat di negeri ini). Pun, menjadi
jawaban atas pendapat dari beberapa kalangan bahwa mendirikan perpustakaan di
Desa Lembor adalah sesuatu yang mubazir karena hampir pasti tak terbaca.
Pendapat ini mengacu kepada pengalaman yang pernah terjadi pada masa-masa
sebelumnya.
Tentu saja masih terselip
harap-harap cemas bahwa kegairahan anak-anak itu hanya sebuah euforia awal saja—sebagaimana
biasa terjadi pada sesuatu yang baru. Sangat mungkin, setelah beberapa kali
berkunjung, para pembaca kecil itu dihinggapi rasa bosan. Dan, akhirnya,
bocah-bocah itu tak pernah kembali lagi. Namun, bukannya dijadikan halangan, kekhawatiran
itu tentu saja dijadikan tantangan oleh pengelola perpustakaan.
Seperti problem
semua perpustakaan di dunia dari masa ke masa, pengelola harus bisa membuat
pengunjung terus datang ke perpustakaan. Hal yang sama juga hendak dan sedang
dilakukan oleh pengelola Perpustakaan Kyai Munawar. Salah satu caranya adalah
dengan mengadakan program-program yang mampu menarik minat anak-anak untuk
tetap berkunjung ke perpustakaan.
Sembari terus
mengupayakan hal-hal yang bisa mengikat pembaca-pembaca pertama dan utamanya
ini, kegairahan pada masa-masa awal beroperasinya perpustakaan memberikan
harapan yang sangat berharga: anak-anak Desa Lembor ternyata suka membaca. Dan,
itu alasan yang lebih dari cukup untuk berdiri dan hidupnya sebuah
perpustakaan.